Hari Raya Idul Fitri tahun ini 2022, atau umumnya disebut Hari Lebaran menjadi ajang silaturahmi. Ustadz Adi Hidayat menjelaskan hukum Halal Bihalal.
Halal bihalal adalah bentuk silaturahmi yang kerap dilakukan umat muslim khususnya masyarakat Indonesia saat hari besar keagamaan, utamanya Hari Raya Idul Fitri.
Kegiatan silaturahmi tersebut bisa dilakukan di rumah keluarga besar, bisa pula di kediaman kerabat, tetangga, dan rekan atau mitra kerja.
Dalam acara halal bihalal ini kaum muslimin biasanya saling menghaturkan maaf dan bersilaturahmi bagi yang lama tak bertemu.
Ustadz Adi Hidayat menjelaskan halal bihala tidak termasuk dalam hukum ibadah melainkan hukum umum yang termasuk dalam kaidah akhlak, silaturahim, dan hubungan baik antar sesama.
"Teknisnya bermacam-macam, silakan, bisa bersalaman, bertatap muka, bisa berdiskusi kebaikan. Jadi kalau disebut bid'ah? Tidak," jelas Ustadz Adi Hidayat dikutip Pacitansatu.com dari kanal youtube Islampedia.Alasan dibalik hukum halal bihalal bukan bid'ah, Ustadz Adi Hidayat tegaskan karena tidak termasuk ibadah mahdhoh.
Kemudian, Nabi Muhammad SAW pun tidak melarang halal bihala tersebut.
"Yang jadi masalah bukan soal hukum tapi kebanyakan orang halal bihalal tidak paham dengan esensi halal bihalal itu," ujarnya.
Ustadz Adi Hidayat menegaskan halal bihalal bukan hanya sekedar kumpul dan makan-makan atau diskusi
Ia merincikan halal bihalal adalah satu momentum untuk menuntaskan, meluruskan, menguraikan segala jenis persoalan yang muncul antara satu momentum dengan golongan yang lain. Antara A dengan B ketika bertemu bagaimana persoalan bisa teratasi, hilang, terurai. Ada persoalan di kantor, di rumah, pertemanan hilang," terangnya.
Karena itu orang yang mempraktekkan halal bihalal, antara datang dan pergi akan berbeda. Saat datang senyum mungkin sulit karena ada persoalan, begitu pulang perasaan menjadi tenang dan lapang. Hal tersebut yang menjadi esensi hala bihalal bagi umat muslim.Dalam konteks ini halal bihalal termasuk dalam silaturahmi yang dapat menimbulkan kasih sayang.
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ، فَيَتَصَافَحَانِ ، إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا، قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا»
Artinya: "Tidak ada dua orang muslim yang bertemu lalu berjabat tangan melainkan pasti diampuni untuk keduanya sebelum mereka berpisah." (HR. Tirmidzi: 2804, Abu Daud: 5207, Ibnu Majah: 3786, Ahmad: 18199, 18348 , Baihaqi: 13746)