>
Pacitan – Isu Megathrust dewasa ini banyak menjadi perbincangan. Itu menyusul peringatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkait potensi gempa akibat subduksi lempeng di Selatan Jawa. Muhammadiyah minta anggota persyarikatan tenang serta tidak panik. Sebaliknya masyarakat diimbau membekali diri dengan informasi terkait fenomena geologi itu secara memadai.
"Jangan sampai masyarakat ini ketika mendengar kata Megathrust lalu menjadi cemas dan ketakutan. Tugas kita adalah menyosialisasikan melalui ortom (organisasi otonom) Muhammadiyah secara utuh agar kita lebih siapsiaga serta bisa mengurangi risiko, " papar Ketua Umum Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), Budi Setiawan di Pacitan, Ahad (15/9) siang.
Dalam acara bertajuk ‘Ngaji Kebencanaan” yang berlangsung di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jl HOS Cokroaminoto, Budi mengatakan jika cara terbaik meningkatkan literasi kebencanaan adalah melalui getok tular. Hal itu dapat dilakukan internal komunitas atau kelompok kecil. Yaitu mulai dari keluarga, RT, Kelompok Pengajian, Sekolah Pasar dan sebagainya.
Budi pun mencontohkan praktik baik yang dilakukan Muhammadiyah di lingkup taman kanak-kanak di Yogyakarta. Lembaga sekolah diajak melakukan simulasi rutin melibatkan seluruh siswa. Tentu saja dengan pendekatan khusus agar pesan kebencanaan tersampaikan dengan baik kepada anak-anak. Penyempurnaan pun terus dilakukan terhadap prosedur evakuasi tiap simulasi berakhir.
“Saat disimulasikan ada gempa, anak-anak spontan melindungi kepala dengan tas. Tapi setelah kita Tanya ternyata tasnya terlalu berat. Oleh karena itu kita ingatkan pihak sekolah dan orang tua agar tas yang dibawa anak-anak jangan terlalu berat. Jadi hal-hal seperti itu penting,” ujarnya.
Sementara itu, Analisis Bencana BNPB Diannitta Agustinawati menegaskan sejauh ini Megathrust baru berupa potensi bencana. Di sisi lain belum ada teknologi yang mampu memperkirakan secara pasti kapan gempa terjadi. Namun sebagai makhluk sosial, upaya pengurangan risiko bencana harus terus ditingkatkan.
"Karena Pacitan adalah wilayah yang berbatasan langsung dengan titik (Megathrust) itu, maka potensi tersebut memang ada. Namun pada sisi yang lain kita juga punya potensi yang tidak kalah besar, yaitu ketika kita bersatu padu menghadapinya, kita bisa mengurangi risikonya" tutur Diannitta yang merupakan putra daerah Pacitan.
Ditambahkan, tak hanya Zona Merah saja yang perlu diedukasi. Warga yang tinggal di Zona Kuning dan Hijau juga perlu berikan pemahaman. Dengan begitu apabila bencana benar-benar terjadi zona-zona yang tidak terdampak dapat menjadi daerah penyangga, tempat pengungsian, dengan konsep saling tolong menolong.
Acara yang berlangsung singkat namun informatif ini juga dihadiri sejumlah pelaku kebencanaan. Antara lain BPBD, ORARI, RAPI, Tagana, SAR MTA dan relawan. Mereka menyambut baik kegiatan yang digelar Muhammadiyah ini. Terlebih sejauh ini masih ada kalangan masyarakat yang belum sadar risikoi, sementara sebagian lainnya justru fobia dengan isu tersebut. (prw)